Selasa, 07 Januari 2014

Snow man & heart

Snow man, thanks for your smile

"Boneka salju itu besar dan berselimut syal ungu. Ia tersenyum kepada setiap orang yang datang ke taman itu, tanpa ada yang menyadari. Ia menjadi saksi berbagai macam kisah anak manusia. Jangan kaget kalau dia hidup dengan kekuatan kisah yang datang dari hati manusia"

Salju yang indah, baru saja turun. Dan sekarang  tanah tampak berkilau-kilauan. Tetutup putihnya salju yang tertempa cahaya matahari. Beberapa anak yang bermain di taman, ada yang berkejaran dan membuat boneka salju. Ada Sebuah boneka salju besar, yang di  rangkut dengan syal berawarna ungu berada di dekat pintu masuk taman. Matanya yang terbuat dari biji kacang, seolah menatap padaku dan kekasihku. 


Aku dan Kamiya berdiri berhadapan, di bawah sebuah pohon momoji. Di atas kepala kami beberapa  cabangnya tertutup salju.
"Ada apa? tanyaku dag dig dug.
Tadi sebelumnya, ia sudah menelephone aku dan menyuruhku kemari. Di hadapanku sekarang, ia kehilangan kata-kata.
"Ma..mafkan aku." katanya.
"Maafkan kenapa?"
"Ku mohon Nagiza, maafkan aku. Aku harus menyudahi hubungan kita sampai di sini. "
Aku terperanjat mendengar perkataan yang meluncur dari mulutnya. Tak ada angin tak ada hujan, dia berkata begitu.
"Kenapa?". Tanyaku dengan lirih.
"Sebenanrnya sebelum jalan denganmu, aku sudah punya pacar. Dan sekarang pacarku marah, gara-gara ketahuan aku menduakannya. Dia meminta aku memutuskan dia atau kamu."
Hatiku terasa hancur berkeping-keping. Tanpa bicara sepatah katapun, Kamiya berkali-kali membungkukkan badannya padaku. Maaf memang ada, tapi luka yang tertoreh terlalu dalam.
"Iya.". Kataku dengan lirih.
Aku berusaha tegar di hadapannya. Begitu Kamiya pergi, aku langsung terjatuh duduk di bangku taman. Mata ini mulai terasa panas. Rasa sakit dan sesak meronta di dalam dadaku. Dua butir bening air mata jatuh merembes. Hubungan dua tahun hancur dalam dua detik. Tak kusangka, kalau selama ini, Kamiya yang begitu lembut, bisa bertindak seperti itu padaku.  Pecahlah tangisku, kututup kedua wajahku. Sakitku terbelah-belah di atas bangku taman  berwarna coklat itu. Aku tak peduli tatapan mata orang-orang. Hatiku sudah tak kuasa, dan aku tak bisa terima dengan yang terjadi ini. Entah berapa lama aku menangis. Kehadiran seorang anak berseragam SMA mengagetkan aku.
"Kakak cantik, patah hati ya?. Sudah jangan menangis."
"Eh..". Kuhentikan tangisku.
Ku usap sisa aliran sungai kecil di pipiku. Seorang anak laki-laki berwajah manis, tersenyum di hadapanku. Kulitnya putih bersih dan rambutnya berwarna sedikit kemerahan. Ada sebuah syal berwarna ungu melingkar, di lehernya. Dalam hati, aku merasa pernah melihat syal yang seperti itu. Hanya saja entah di mana.
"Ini.." Ia mengulurkan sebatang coklat padaku. Dan duduk di sampingku.
"Makanlah kakak cantik."
"Terima kasih,"
Aku membuka coklat itu dan memakannya.
"Kakak cantik tidak usah menangis, nanti kakak akan dapat yang jauh lebih baik lagi daripada dia.". Ia mengelus-elus punggungku.
Aku diam saja sambil mengunyah coklat pemberiannya.
"Kakak, namamu siapa?"
"Nagiza Furukawa dan kamu?"
"Ichigo Nakayoshi." Diulurkannya tangannya dan di jabatnya tangannya kuat-kuat.
"Kak, pacarmu itu sudah menghamili pacarnya. Makanya dia memutuskan dirimu."
Aku tersentak.
"Darimana kamu tahu?"
"Tahulah, aku selalu berada di taman ini."
Kami berdua terdiam. Mataku berkejaran liar dengan pemandangan di taman itu. Setelah kulihat-lihat dan kupikir-pikir tahulah aku apa yang kurang dari pemandangan itu. Boneka salju besar di pintu masuk taman. Aku mengalihkan pandanganku ke anak yang duduk di sampingku, Jangan-jangan dia ini...aku tak melanjutkan pikiranku.
"Aku melihatnya melakukan itu dengan pacarnya di sini."
Perkataan Nanao membuatku semakin teriris. Itu terlamapu perih. Aku menangis lagi.
"Sudah Kak, Jangan tangisi lelaki seperti itu. Kakak cantik kan. Setelah ini kakak akan dapat yang  lebih menyayangi kakak."
Ia memegang tanganku, dan menghapus air mata di pipiku.
"Kakak sudah tahu kan siapa aku.." senyum manis terutas di bibirnya. Dan kedua tangannya beralih memegang pipiku.
"Beberapa hari setelah ini, aku akan jadikan kakak pacarku. Jadi kakak tidak usah menangis lagi. Aku lebih tampan dan baik hati daripada dia. Aku janji akan menyayangi kakak setulus hatiku."
Perkataan Ichigo yang seperti kadal darat itu, cukup menenangkan hatiku. Tererahlah, tapi senyum anak itu mampu menghapus luka hatiku.
Ia menggandeng tanganku dan mengajakku berjalan-jalan di sekitar taman. Kami main prosotan, ayunan, dan memberi makan anak kelinci bersama-sama. Tak terasa sudah seharian kami bermain . Senja datang dan aku harus pulang.
Langit telah berubah warna menjadi jingga. Burung gagak berkaok-kaok meminta angin, menuntunnya membawa pulang kesarangnya. Kesedihanku hari ini terasa lenyap tanpa bekas. Tinggal rasa gembira yang luar biasa.
"Ichigo, aku harus pulang. Terima kasih, ya. Sudah temani aku.".
"Iya, Kak Nagiza.". Ia tersenyum manis padaku."Lekas pulang, dan jangan menoleh kebelakang."
"Kenapa?"
Ia mendorong tubuhku hingga ke pintu taman.
"Terus pulang dan jangan menoleh kebelakang.". Katanya.
Akupun menurut dan melangkahkan kakiku tanpa menoleh kebelakang. Ada rasa aneh  dan dingin datang. Dari arah di belakang punggungku. Kuhentikan langkahku, jantungku berdegup dengan kencang, rasa ingin tahu yang besar, menggelayut di dalam batinku. Perlahan aku menoleh kebelakang. Dan kulihat sosok Ichigo berjalan ke arah pintu masuk. Ia diam dan angin kencang datang. Menerbangkan dedaunan kering, yang tersisa di dahan pepohonan. Seperti sebuah sihir, Ichigo berubah menjadi boneka salju. Aku terpaku. Mati dalam tatapan mataku. Kemudian boneka salju itu menoleh, mulutnya yang terbuat dari batang wortel, melemparkan senyum padaku. Lalu kembali seperti posisi semula. Syal ungunya di tiup angin senja yang membawa sedikit aroma salju.
Tatapan mataku meredup.
"Terima kasih.". Cahaya senja mebingkai kisah kami di dalam tatapan mataku.
Kulangkahkan kakiku pulang ke rumah. Biarlah kisah cintaku yang tragis itu, tertinggal di taman itu. Aku percaya kata manusia salju tadi. Aku akan menemukan cinta yang lebih baik.
*****
Tiga hari kemudian.
Ada anak baru pindahan dari Kanada. Ia datang saat jam pelajaran aku mengajar. Kepala sekolah mengantarnya kekelas Tiga A.
"Bu Guru Nagiza,  ini anak baru yang kuceritakan kemarin."Kata pak Kepala  Sekolah.
"Iya, pak....". Pandanganku terkunci.
Anak baru di hadapanku ini wajahnya seperti manusia salju yang kutemui kemarin.
"Kamu.."kataku.
"Mohon bimbingannya, bu." Ia membungkukkan badannya kepadaku.
Saat mengenalkan namanya, ia menuliskan kanji di papan.Ichigo  Nakayoshi. Apa maksudnya ini apakah ini mimpi. Ketika melihat wajahya, ada rasa tenang menyelimuti batinku. Sama seperti saat aku melihat dia yang yang ada ditaman kemarin.
"Bu guru, anda cantik.".
Dia kurang ajar. Berjalan kebangku sambil mengerlingkan matanya. Aku tak mengerti sama sekali.
***
Salju turun rintik-rintik saat jam pelajaran berahkir. Celakanya aku lupa membawa payung. Dengan rasa menyesal aku berdiri di teras sekolah, sambil menengadah ke angkasa. Coba aku tidak bangun kesiangan. Pati tidak akan begini jadinya. Terpaksa, aku terlambat makan malam. Semua murid sudah pulang.
"Bu Guru, kok belum pulang?" Ichigo si murid baru itu datang, sambil membawa payung. Rupanya ia juga pulang belakangan, karena menyelesaikan catatan dariku.
"Iya, aku lupa bawa payung.". Jawabku.
"Rumah Bu Guru mana, ayo saya antarkan."
"Gang dekat toko roti matsuya."
"Wah, kebetulan. Aku juga lewat situ, ayo pulang sama-sama."
Sebuah penawaran yang tak mungkin aku tolak.
Kami berdua berjalan di bawah payung berwarna biru. Rintik salju dan langit kelam menjadi latar belakang kami saat ini. Sambil menghitung jejak langkahku, yang membekas di atas salju. Kami terus berjalan.
"Kamu manusia, kan?" tanyaku.
"Hah, apa maksud anda, Jelaslah aku manusia. Aneh-aneh saja."
"Kemarin aku bertemu manusia salju, wajahnya mirip kamu."
"Apa sih, bu guru ini."
"Iya, dia bilang dia akan datang , dan menjadi pacarku,"Aku bicara tanpa beban.
Ichigo tak menjawab perkataanku dan terus berjalan sambil memayungi aku .Diantarkannya aku sampai rumah.
"Bu, aku pulang dulu."
"Heeh" jawabku di dekat pagar.
Sebelum ia pulang ia berbalik.
"Bu guru, besok kalau ada waktu ayo kutraktir makan malam." katanya.
Sebuah ajakan yang mengejutkan dan tiba-tiba.
"Eh, kenapa tidak. Baiklah."
"Sampai jumpa besok malam. Byee, Bu guru."
Di dekat pagar rumahku, mataku terus menarik sosoknya, hingga ia lenyap dari pandanganku. Ada rasa senang. Apakah ini cinta?. Entahlah.
Aku menatap salju yang terus turun tiada henti. Apakah sama seperti hidup ini, jejatuhan salju itu juga menyimpan misteri

-NM-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar